Thursday, December 12, 2013

SUPERVISI



A. Pengertian Supervisi

1.    Pengertian supervisi Menurut Beberapa hal : 

Arti Supervisi menurut asal usul (etimologi), bentuk perkataannya (morfologi), maupun isi yang terkandung dalam perkataan itu ( semantik).
  • Secara morfologis, Supervisi berasal dari dua kata bahasa Inggris, yaitu super dan vision. Super berarti diatas dan vision berarti melihat, masih serumpun dengan inspeksi, pemeriksaan dan pengawasan, dan penilikan, dalam arti kegiatan yang dilakukan oleh atasan – orang yang berposisi diatas, pimpinan – terhadap hal-hal yang ada dibawahnya. Supervisi juga merupakan kegiatan pengawasan tetapi sifatnya lebih human, manusiawi. Kegiatan supervise bukan mencari-cari kesalahan tetapi lebih banyak mengandung unsur pembinnaan, agar kondisi pekerjaan yang sedang disupervisi dapat diketahui kekurangannya (bukan semata - mata kesalahannya) untuk dapat diberitahu bagian yang perlu diperbaiki
  • Secara sematik, Supervisi pendidikan adalah pembinaan yang berupa bimbingan atau tuntunan ke arah perbaikan situasi pendidikan pada umumnya dan peningkatan mutu mengajar dan belajar dan belajar pada khususnya.
  • Secara Etimologi, supervisi diambil dalam perkataan bahasa Inggris “ Supervision” artinya pengawasan di bidang pendidikan

Orang yang melakukan supervisi disebut supervisor.


2.    Pengertian Supervisi Menurut Pendapat Para Ahli :

a.    Good Carter
Memberi pengertian supervisi adalah usaha dari petugas-petugas sekolah dalam memimpin guru-guru dan petugas lainnya, dalam memperbaiki pengajaran, termasuk menstimulir, menyeleksi pertumbuhan jabatan dan perkembangan guru-guru dan merevisi tujuan-tujuan pendidikan, bahan-bahan pengajaran, dan metode mengajar dan evaluasi pengajaran.  God Carter melihatnya sebagai usaha memimpin guru-guru dalam jabatan mengajar,

b.    Boardman.
            Menyebutkan Supervisi adalah salah satu usaha menstimulir, mengkoordinir dan membimbing secarr kontinyu pertumbuhan guru-guru di sekolah baik secara individual maupun secara kolektif, agar lebih mengerti dan lebih efektif dalam mewujudkan seluruh fungsi pengajaran dengan demikian mereka dapat menstmulir dan membimbing pertumbuan tiap-tiap murid secara kontinyu, serta mampu dan lebih cakap berpartsipasi dlm masyarakat demokrasi modern. Boardman. Melihat supervisi sebagai lebih sanggup berpartisipasi dlm masyarakat modern.

c.    Wilem Mantja (2007)
            Mengatakan bahwa, supervisi diartikan sebagai kegiatan  supervisor (jabatan resmi) yang dilakukan untuk perbaikan proses belajar mengajar (PBM). Ada dua tujuan (tujuan ganda) yang harus diwujudkan oleh supervisi, yaitu; perbaikan (guru murid) dan peningkatan mutu pendidikan. Willem Mantja memandang supervisi sebagai kegiatan untuk perbaikan (guru murid) dan peningkatan mutu pendidikan.

d.    Kimball Wiles (1967)
            Konsep supervisi modern dirumuskan sebagai berikut : “Supervision is assistance in the development of a better teaching learning situation”. Kimball Wiles beranggapan bahwa faktor manusia yg memiliki kecakapan (skill) sangat penting untuk menciptakan suasana belajar mengajar yg lebih baik.

e.    Mulyasa (2006)
            Supervisi sesungguhnya dapat dilaksanakan oleh kepala sekolah yang berperan sebagai supervisor, tetapi dalam sistem organisasi modern diperlukan supervisor khusus yang lebih independent, dan dapat meningkatkan obyektivitas dalam pembinaan dan pelaksanaan tugas.

f.    Ross L (1980),
            Mendefinisikan bahwa supervisi adalah pelayanan kapada guru-guru yang bertujuan menghasilkan perbaikan pengajaran, pembelajaran dan kurikulum. Ross L memandang supervisi sebagai pelayanan kapada guru – guru yang bertujuan menghasilkan perbaikan.

g.    Purwanto (1987),
            Supervisi ialah suatu aktivitas pembinaan yang direncanakan untuk membantu para guru dan pegawai sekolah dalam melakukan pekerjaan secara efektif. 

Kegiatan supervisi dahulu banyak dilakukan adalah Inspeksi, pemeriksaan, pengawasan atau penilikan. Supervisi masih serumpun dengan inspeksi, pemeriksaan dan pengawasan, dan penilikan, dalam arti kegiatan yang dilakukan oleh atasan –orang yang berposisi diatas, pimpinan-- terhadap hal-hal yang ada dibawahnya.  Inspeksi : inspectie (belanda) yang artinya memeriksa  dalam arti melihat untuk mencari kesalahan. Orang yang menginsipeksi disebut inspektur. Inspektur dalam hal ini mengadakan :
  1. Controlling : memeriksa apakah semuanya dijalankan sebagaimana mestinya
  2. Correcting : memeriksa apakah semuanya sesuai dengan apa yang telah ditetapkan/digariskan
  3. Judging : mengandili dalam arti memberikan penilaian atau keputusan sepihak
  4. Directing : pengarahan, menentukan ketetapan/garis
  5. Demonstration : memperlihatkan bagaimana mengajar yang baik

Pemeriksaan artinya melihat apa yg terjadi dlm kegiatan sedangkan Pengawasan adalah Melihat apa yg positif & negatif. Adapun Supervisi juga merupakan kegiatan pengawasan tetapi sifatnya lebih human, manusiawi. Kegiatan supervisi bukan mencari - cari kesalahan tetapi lebih banyak mengandung unsur pembinnaan, agar kondisi pekerjaan yang sedang disupervisi dapat diketahui kekurangannya (bukan semata-mata kesalahannya) untuk dapat diberitahu bagian yang perlu diperbaiki. Supervisi dilakukan untuk melihat bagian mana dari kegiatan sekolah yg masih negatif untuk diupayakan menjadi positif, & melihat mana yang sudah positif untuk ditingkatkan menjadi lebih positif lagi dan yang terpenting adalah pembinaannya

Orang yang melakukan supervise disebut supervisor. Dibidang pendidikan disebut supervisor pendidikan. Menurut keputusan menteri pendidikan dan kebudayaan nomor 0134/0/1977, temasuk kategori supervisor dalam pendidikan adalah kepala sekolah, penelik sekolah, dan para pengawas ditingkatkan kabupaten/kotamadya, serta staf di kantor bidang yang ada di tiap provinsi.  

Jika supervisi dilaksanakan oleh kepala sekolah, maka ia harus mampu melakukan berbagai pengawasan dan pengendalian untuk meningkatkan kinerja tenaga kependidikan. Pengawasan dan pengendalian ini merupakan kontrol agar kegiatan pendidikan di sekolah terarah pada tujuan yang telah ditetapkan. Pengawasan dan pengendalian juga merupakan tindakan preventif untuk mencegah agar para tenaga kependidikan tidak melakukan penyimpangan dan lebih berhati-hati dalam melaksanakan pekerjaannya.

B.    Tujuan dan sasaran Supervisi

a.    Tujuan Supervisi

Tujuan utama supervisi adalah memperbaiki pengajaran (Neagly & Evans, 1980; Oliva, 1984; Hoy & Forsyth, 1986; Wiles dan Bondi, 1986; Glickman, 1990). Tujuan umum Supervisi adalah memberikan bantuan teknis dan bimbingan kepada guru dan staf agar personil  tersebut mampu meningkatkan kwalitas kinerjanya, dalam melaksanakan tugas dan melaksanakan proses belajar mengajar .

            Secara operasional dapat dikemukakan beberapa tujuan konkrit dari supervisi pendidikan yaitu :
1.    Meningkatkan mutu kinerja guru
  • Membantu guru dalam memahami tujuan pendidikan dan apa peran sekolah dalam mencapai tujuan tersebut
  • Membantu guru dalam melihat secara lebih jelas dalam memahami keadaan dan kebutuhan siswanya.
  • Membentuk moral kelompok yang kuat dan mempersatukan guru dalam satu tim yang efektif, bekerjasama secara akrab dan bersahabat serta saling menghargai satu dengan lainnya.
  • Meningkatkan kualitas pembelajaran yang pada akhirnya meningkatkan prestasi belajar siswa.
  • Meningkatkan kualitas pengajaran guru baik itu dari segi strategi, keahlian dan alat pengajaran.
  • Menyediakan sebuah sistim yang berupa penggunaan teknologi yang dapat membantu guru dalam pengajaran.
  • Sebagai salah satu dasar pengambilan keputusan bagi kepala sekolah untuk reposisi guru.

2.    Meningkatkan keefektifan kurikulum sehingga berdaya guna dan terlaksana dengan baik

3.    Meningkatkan keefektifan dan keefesiensian sarana dan prasarana yang ada untuk dikelola dan dimanfaatkan dengan baik sehingga mampu mengoptimalkan keberhasilan siswa

4.    Meningkatkan kualitas pengelolaan sekolah khususnya dalam mendukung terciptanya suasana kerja yang optimal yang selanjutnya siswa dapat mencapai prestasi belajar sebagaimana yang diharapkan.

5.    Meningkatkan kualitas situasi umum sekolah sehingga tercipta situasi yang tenang dan tentram serta kondusif yang akan meningkatkan kualitas pembelajaran yang menunjukkan keberhasilan lulusan.

b.    Sasaran Supervisi

Adapun sasaran utama dari pelaksanaan kegiatan supervisi tersebut adalah  peningkatan kemampuan profesional guru (Depdiknas, 1986; 1994 & 1995).
Sasaran Supervisi Ditinjau dari objek yang disupervisi, ada 3 macam bentuk supervisi : 
  1. Supervisi Akademik, Menitikberatkan pengamatan supervisor pada masalah-masalah akademik, yaitu hal-hal yang berlangsung berada dalam lingkungan kegiatan pembelajaran pada waktu siswa sedang dalam proses mempelajari sesuatu
  2. Supervisi Administrasi, Menitikberatkan pengamatan supervisor pada aspek-aspek administrasi yang berfungsi sebagai pendukung dan pelancar terlaksananya pembelajaran.
  3. Supervisi Lembaga, Menyebarkan objek pengamatan supervisor pada aspek-aspek yang berada di sekolah. Supervisi ini dimaksudskan untuk meningkatkan nama baik sekolah atau kinerja sekolah secara keseluruhan. Misalnya: Ruang UKS (Unit Kesehatan Sekolah), Perpustakaan dan lain-lain.

C.    Prinsip-prinsip Supervisi

Secara sederhana prinsip-prinsip Supervisi adalah sebagai berikut :
  • Supervisi hendaknya memberikan rasa aman kepada pihak yang disupervisi.
  • Supervisi hendaknya bersifat Kontrukstif dan Kreatif 
  • Supervisi hendaknya realistis didasarkan pada keadaan dan kenyataan sebenarnya.
  • Kegiatan supervisi hendaknya terlaksana dengan sederhana.
  • Dalam pelaksanaan supervisi hendaknya terjalin hubungan profesional, bukan didasarkan atas hubungan pribadi.
  • Supervisi hendaknya didasarkan pada kemampuan, kesanggupan, kondisi dan sikap pihak yang disupervisi.
  • Supervisi harus menolong guru agar senantiasa tumbuh sendiri tidak tergantung pada kepala sekolah

Pendapat lain mengenai Prinsip-prinsip Supervisi adalah :
  1. Supervisi bersifat memberikan bimbingan dan memberikan bantuan kepada guru dan staf sekolah lain untuk mengatasi masalah dan mengatasi kesulitan dan bukan mencari-cari kesalahan.
  2. Pemberian bantuan dan bimbingan dilakukan secara langsung, artinya bahwa pihak yang mendapat bantuan dan bimbingan tersebut tanpa dipaksa atau dibukakan hatinya dapat merasa sendiri serta sepadan dengan kemampuan untuk dapat mengatasi sendiri.
  3. Apabila supervisor merencanakan akan memberikan saran atau umpan balik, sebaiknya disampaikan sesegera mungkin agar tidak lupa. Sebaiknya supervisor memberikan kesempatan kepada pihak yang disupervisi untuk mengajukan pertanyaan atau tanggapan.
  4. Kegiatan supervisi sebaiknya dilakukan secara berkala misalnya 3 bulan sekali, bukan menurut minat dan kesempatan yang dimiliki oleh supervisor.
  5. Suasana yang terjadi selama supervisi berlangsung hendaknya mencerminkan adanya hubungan yang baik antara supervisor dan yang disupervisi tercipta suasana kemitraan yang akrab. Hal ini bertujuan agar pihak yang disupervisi tidak akan segan-segan mengemukakan pendapat tentang kesulitan yang dihadapi atau kekurangan yang dimiliki.
  6. Untuk menjaga agar apa yang dilakukan dan yang ditemukan tidak hilang atau terlupakan, sebaiknya supervisor membuat catatan singkat, berisi hal – hal penting yang diperlukan untuk membuat laporan.
      
Sedangkan menurut Tahalele dan Indrafachrudi (1975)    prinsip-prinsip supervisi sebagai berikut : 
  • Supervisi harus dilaksanakan secara demokratis dan kooperatif,
  • Supervisi harus kreatif dan konstruktif,
  • Supervisi harus ”scientific” dan efektif,  
  • Supervisi harus dapat memberi perasaan aman pada guru-guru, 
  • Supervisi harus berdasarkan kenyataan, 
  • Supervisi harus memberi kesempatan kepada supervisor dan guru-guru untuk mengadakan “self evaluation”

Karena prinsip-prinsip supervisi di atas merupakan kaidah-kaidah yang harus dipedomani atau dijadikan landasan di dalam melakukan supervisi, maka hal itu mendapat perhatian yang sungguh - sungguh dari para supervisor, baik dalam konteks hubungan supervisor - guru, maupun di dalam proses pelaksanaan supervisi.


D.    Fungsi Supervisi
  1. Fungsi Meningkatkan Mutu Pembelajaran Ruang lingkupnya sempit, hanya tertuju pada aspek akademik, khususnya yang terjadi di ruang kelas ketika guru sedang memberikan bantuan dan arahan kepada siswa.
  2. Fungsi Memicu Unsur yang Terkait dengan Pembelajaran Lebih dikenal dengan nama Supervisi Administrasi
  3. Fungsi Membina dan Memimpin

 
E.    Tipe-tipe Supervisi

1.         Tipe seperti ini biasanya terjadi dalam administrasi dan model kepemimpinan yang otokratis, mengutamakan pada upaya mencari kesalahan orang lain, bertindak sebagai “Inspektur” yang bertugas mengawasi pekerjaan guru. Supervisi ini dijalankan terutama untuk mengawasi, meneliti dan mencermati apakah guru dan petugas di sekolah sudah melaksanakan seluruh tugas yang diperintahkan serta ditentukan oleh atasannya.

2.    Tipe Laisses Faire
Tipe ini kebalikan dari tipe sebelumnya. Kalau dalam supervisi inspeksi bawahan diawasi secara ketat dan harus menurut perintah atasan, pada supervisi Laisses Faire para pegawai dibiarkan saja bekerja sekehendaknya tanpa diberi petunjuk yang benar. Misalnya: guru boleh mengajar sebagaimana yang mereka inginkan baik pengembangan materi, pemilihan metode ataupun alat pelajaran.

3.    Tipe Coersive
Tipe ini tidak jauh berbeda dengan tipe inspeksi. Sifatnya memaksakan kehendaknya. Apa yang diperkirakannya sebagai sesuatu yang baik, meskipun tidak cocok dengan kondisi atau kemampuan pihak yang disupervisi tetap saja dipaksakan berlakunya. Guru sama sekali tidak diberi kesempatan untuk bertanya mengapa harus demikian. Supervisi ini mungkin masih bisa diterapkan secara tepat untuk hal-hal yang bersifat awal. Contoh supervisi yang dilakukan kepada guru yang baru mulai mengajar. Dalam keadaan demikian, apabila supervisor tidak bertindak tegas, yang disupervisi mungkin menjadi ragu-ragu dan bahkan kehilangan arah yang pasti.

4.    Tipe Training dan Guidance
Tipe ini diartikan sebagai memberikan latihan dan bimbingan. Hal yang positif dari supervisi ini yaitu guru dan staf tata usaha selalu mendapatkan latihan dan bimbingan dari kepala sekolah. Sedangkan dari sisi negatifnya kurang adanya kepercayaan pada guru dan karyawan bahwa mereka mampu mengembangkan diri tanpa selalu diawasi, dilatih dan dibimbing oleh atasannya.

5.    Tipe Demokratis 
Selain kepemimpinan yang bersifat demokratis, tipe ini juga memerlukan kondisi dan situasi yang khusus. Tanggung jawab bukan hanya seorang pemimpin saja yang memegangnya, tetapi didistribusikan atau didelegasikan kepada para anggota atau warga sekolah sesuai dengan kemampuan dan keahlian masing-masing.

F.    Teknik-Teknik Yang Digunakan Dalam Pelaksanaan Supervisi

Teknik supervisi Pendidikan adalah atat  yang digunakan oleh supervisor untuk mencapai tujuan supervisi itu sendiri yang pada akhir dapat melakukan perbaikan pengajaran yang sesuai dengan situasi dan kondisi.  Dalam pelaksanaan supervisi pendidikan, sebagai supervisor harus mengetahui dan memahami serta melaksanakan teknik – teknik dalam supervisi. Berbagai macam teknik dapat digunakan oleh supervisor dalam membantu guru meningkatkan situasi belajar mengajar, baik secara kelompok maupun secara perorangan ataupun dengan cara langsung bertatap muka dan cara tak langsung bertatap muka atau melalui media komunikasi (Sagala 2010 : 210). Adapun teknik – teknik Supervisi adalah sebagai berikut  :

1.    Teknik Supervisi yang bersifat kelompok

Teknik Supervisi yang bersifat kelompok ialah teknik  supervisi yang dilaksanakan dalam pembinaan guru secara  bersama – sama oleh supervisor dengan sejumlah guru dalam satu kelompok (Sahertian 2008 : 86).  

Teknik Supervisi yang bersifat kelompok antara lain : (Sagala 2010 : 210 - 227)

a.    Pertemuan Orientasi bagi guru baru.
Pertmuan orientasi adalah pertemuan anatar supervisor dengan supervisee (Terutama guru baru) yang bertujuan menghantar supervisee memasuki suasana kerja yang baru dikutip menurut pendapat Sagala (2010 : 210) dan Sahertian (2008 : 86). Pada pertemuan Orientasi supervisor diharapkan dapat menyampaikan atau menguraikan kepada supervisee hal – hal sebagai berikut (Sahertian 2008 : 86) :
  • Sistem kerja yang berlaku di sekolah itu.
  • Proses dan mekanisme administrasi dan organisasi sekolah.
  • Biasanya diiringi dengan tanya jawab dan penyajian seluruh kegiatan dan situasi sekolah.
  • Sering juga pertemuan orientasi ini juga diikuti dengan tindak lanjut dalam bentuk diskusi kelompok dan lokakarya.
  • Ada juga melalui perkunjungan ke tempat – tempat tertentu yang berkaitan atau berhubungan dengan sumber belajar.
  • Salah satu ciri yang sangat berkesan bagi pembinaan segi sosial dalam orientasi ini adalah makan bersama.
  • Aspek lain yang membantu terciptanya suasana kerja ialah bahwa guru baru tidak merasa asing tetapi guru baru merasa diterima dalam kelompok guru lain.

b.    Rapat guru

Rapat Guru adalah teknik supervisi kelompok melalui rapat guru yang dilakukan untuk membicarakan proses pembelajaan, dan upaya atau cara meningkatkan profesi guru. (Pidarta 2009 : 71). Tujuan teknik supervisi rapat guru yang dikutip menurut pendapat Sagala (2010 : 212) dan Pidarta (2009 : 171) adalah sebagai berikut :
  • Menyatukan pandangan – pandangan guru tentang masalah – masalah dalam mencapai makna dan tujuan pendidikan.
  • Memberikan motivasi kepada guru untuk menerima dan melaksanakan tugas – tugasnya dengan baik serta dapat mengembangkan diri dan jabatan mereka secara maksimal.
  • Menyatukan pendapat tentang metode kerja yang baik guna pencapaian pengajaran yang maksimal.
  • Membicarakan sesuatu melalui rapat guru yang bertalian dengan proses pembelajaran.
  • Menyampaikan informasi baru seputar belajar dan pembelajaran, kesulitan – kesulitan mengajar, dan cara mengatasi kesulitan mengajar secara bersama dengan semua guru disekolah.

Ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam suatu rapat guru yang dikutip menurut pendapat Sagala (2010 : 211), antara lain : 
  1. Tujuan – tujuan yang hendak dicapai harus jelas dan konkrit.
  2. Masalah – masalah yang akan menjadi bahan rapat harus merupakan masalah yang timbul dari guru – guru yang dianggap penting dan sesuai dengan kebutuhan mereka.
  3. Masalah pribadi yang menyangkut guru di lembaga pendidikan tersebut perlu mendapat perhatian.
  4. Pengalaman – pengalaman baru yang diperoleh dalam rapat tersebut harus membawa mereka pada peningkatan pembelajaran terhadap siswa.
  5. Partisipasi guru pada pelaksanaan rapat hendaknya dipikirkan dengan sebaik – baiknya.
  6. Persoalan kondisi setempa, waktu, dan tempat rapat menjadi bahan pertimbangan dalam perencanaan rapat guru.
c.    Studi kelompok antar guru

Studi kelompok antara guru adalah suatu kegiatan yang dilakukan oleh sejumlah guru yang memiliki keahlian dibidang studi tertentu, seperti MIPA, Bahasa, IPS dan sebagainya, dan dikontrol oleh supervisor agar kegiatan dimaksud tidak berubah menjadi ngobrol hal – hal yang tidak ada kaitannya dengan materi. Topik yang akan dibahas dalam kegiatan ini telah dirumuskan dan disepakati terlebih dahulu. Tujuan pelaksanaan teknik supervisi ini adalah sebagai berikut :
  • Meningkatkan kualitas penguasaan materi dan kualitas dalam memberi layanan belajar.
  • Memberi kemudahan bagi guru – guru untuk mendapatkan bantuan pemechan masalah pada materi pengajaran.
  • Bertukar pikiran dan berbicara dengan sesama guru pada satu bidang studi atau bidang – bidang studi yang serumpun.

d.    Diskusi

Diskusi adalah pertukaran pikiran atau pendapat melalui suatu percakapan tentang suatu masalah untuk mencari alternatif pemecahannya. Diskusi merupakan salah satu teknik supervisi kelompok yang digunakan supervisor untuk mengembangkan berbagai ketrampilan pada diri para guru dalam mengatasi berbagai masalah atau kesulitan dengan cara melakukan tukar pikiran antara satu dengan yang lain. Melalui teknik ini supervisor  dapat membantu para guru untuk saling mengetahui, memahami, atau mendalami suatu permasalahan, sehingga secara bersama – sama akan berusaha mencari alternatif pemecahan masalah tersebut (Sagala 2010 : 213).  Tujuan pelaksanaan supervisi diskusi adalah untuk memecahkan masalah – masalah yang dihadapi guru dalam pekerjaannya sehari – hari dan upaya meningkatkan profesi melaluii diskusi.   

Hal – hal yang harus diperhatikan supervisor sebagai pemimpin diskusi sehingga setiap anggota mau berpartisipasi selama diskusi berlangsung supervisor harus mampu :
  • Menentukan tema perbincangan yang lebih spesifik ;
  • Melihat bahwa setiap anggota diskusi senang dengan keadaan dan topik yang dibahas dalam diskusi.
  • Melihat bahwa masalah yang dibahas dapat dimengerti oleh semua anggota dan dapat memecahkan masalah dalam pengajaran.
  • Melihat bahwa kelompok merasa diperlukan dan diikutsertakan untuk mencapai hasil bersama.
  • Mengakui pentingnya peranan setiap anggota yang dipimpinnya.

e.    Workshop 

Workshop adalah suatu kegiatan belajar kelompok yang terjadi dari sejumlah pendidik yang sedang memecahkan masalah melalui percakapan dan bekerja secara kelompok. Hal – hal yang perlu diperhatikan pada waktu pelaksanaan workshop antara lain :
  1. Masalah yang dibahas bersifat “Life cntred” dan muncul dari guru tersebut,
  2. Selalu menggunakan secara maksimal aktivitas mental dan fisik dalam kegiatan sehingga tercapai perubahan profesi yang lebih tinggi dan lebih baik.

f.    Tukar menukar pengalaman Tukar menukar pengalaman “Sharing of Experince” suatu teknik perjumpaan dimana guru menyampaikan pengalaman masing-masing dalam mengajar terhadap topik-topik yang sudah diajarkan, saling memberi dan menerima tanggapan dan saling belajar satu dengan yang lain. Langkah – langkah melakukang sharing antara lain :
  • Menentukan tujuan yang akan dicapai.
  • Menentukan pokok masalah yang akan dibahas.
  • Memberikan kesempatan pada setiap peserta untuk menyumbangkan pendapat pendapat mereka
  • Merumuskan kesimpulan. 

 2.    Teknik Individual dalam Supervisi 

Teknik Individual Menurut Sahertian yang dikutip oleh Sagala (2010 : 216) adalah teknik pelaksanaan supervisi yang digunakan supervisor kepada pribadi – pribadi guru guna peningkatan kualitas pengajaran disekolah. Teknik – teknik individual dalam pelaksanaan supervisi antara lain :

a.    Teknik Kunjungan kelas. 
Teknik kunjungan kelas adalah suatu teknik kunjungan yang dilakukan supervisor ke dalam satu kelas pada saat guru sedang mengajar dengan tujuan untuk membantu guru menghadapi masalah/kesulitan mengajar selama melaksanakan kegiatan pembelajaran. Kunjungan kelas dilakukan dalam upaya supervisor memperoleh data tentang keadaan sebenarnya mengenai kemampuan dan ketrampilan guru mengajar. Kemudian dengan yang ada kemudian melakukan perbincangan untuk mencari pemecahan atas kesulitan – kesulitan yang dihadapi oleh guru. Sehingga kegiatan pembelajaran dapat ditingkatkan. Kunjungan kelas dapat dilakukan dengan 3 cara, yatiu :
  • Kunjungan kelas tanpa diberitahu,
  • Kunjungan kelas dengan pemberitahuan,
  • Kunjungan kelas atas undangan guru, 
  • Saling mengunjungi kelas.

b.    Teknik Observasi Kelas
Teknik observasi kelas dilakukan pada saat guru mengajar. Supervisor mengobservasi kelas dengan tujuan untuk memperoleh data tentang segala sesuatu yang terjadi proses belajar mengajar. Data ini sebagai dasar bagi supervisor melakukan pembinaan terhadap guru yang diobservasi. Tentang waktu supervisor mengobservasi kelas ada yang diberitahu dan ada juga tidak diberi tahu sebelumnya, tetapi setelah melalui izin supaya tidak mengganggu proses belajar mengajar. Selama berada dikelas supervisor melakukan pengamatan dengan teliti, dan menggunakan instrumen yang ada terhada lingkungan kelas yang diciptakan oleh guru selama jam pelajaran.


c.    Percakapan Pribadi 
            Percakapan pribadi merupakan Dialog yang dilakukan oleh guru dan supervisornya, yang membahas tentang keluhan – keluhan atau kekurangan yang dikeluarkan oleh guru dalam bidang mengajar, di mana di sini supervisor dapat memberikan jalan keluarnya. Dalam percakapan ini supervisor berusaha menyadarkan guru akan kelebihan dan kekurangannya. mendorong agar yang sudah baik lebih di tingkatkan dan yang masih kurang atau keliru agar diupayakan untuk memperbaikinya.

d.    Intervisitasi (mengunjungi sekolah lain)
 Teknik ini dilakukan oleh sekolah-sekolah yang masih kurang maju dengan menyuruh beberapa orang guru untuk mengunjungi sekolah – sekolah yang ternama dan maju dalam pengelolaannya untuk mengetahui kiat – kiat yang telah diambil sampai seekolah tersebut maju. Manfaat yang dapat diperoleh dari teknik supervisi ini adalah dapat saling membandingkan dan belajar atas kelebihan dan kekurangan berdasarkan pengalaman masing – masing. Sehingga masing – masing guru dapat memperbaiki kualitasnya dalam memberi layanan belajar kepada peserta didiknya.

e.    Penyeleksi berbagai sumber materi untuk mengajar.  
Teknik pelaksanaan supervisi ini berkaitan dengan aspek – aspek belajar mengajar. Dalam usaha memberikan pelayanan profesional kepada guru, supervisor pendidikan akan menaruh perhatian terhadap aspek – aspek proses belajar mengajar sehingga diperoleh hasil yang efektif. supervisor harus mempunyai kemampuan menyeleksi berbagai sumber materi yang digunakan guru untuk mengajar.  Adapun cara  untuk mengikuti perkembangan keguruan kita, ialah dengan berusaha mengikuti perkembangan itu melalui kepustakaan profesional, dengan mengadakan "profesional reading ". Ini digunakan untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan situasi belajar mengajar yang lebih baik. Hal ini menyatakan bahwa teknik penyeleksian berbagai suber materi untuk mengajar memiliki arti bahwa Teknik ini yang menitik beratkan kepada kemampuan Supervisor dalam menyeleksi buku – buku yang dimiliki oleh guru pada saat mengajar yang sesuai dengan kebutuhan kegiatan belajar mengajar.

f.    Menilai diri sendiri
Guru dan supervisor melihat kekurangan masing-masing yang mana ini dapat memberikan nilai tambah pada hubungan guru dan supervisor tersebut,yang akhirnya akan memberikan nilai positif bagi kegiatan belajar mengajar yang baik. Menilai diri sendiri merupakan tugas yang tidak mudah bagi guru, karena suatu pengukuran terbalik karena selama ini guru hanya menilai murid-muridnya. Ada beberapa cara atau alat yang dapat digunakan untuk menilai diri sendiri, antara lain membuat daftar pandangan atau pendapat yang disampaikan kepada murid-murid untuk menilai pekerjaan atau suatu aktivitas guru di muka kelas. Yaitu dengan menyususun pertanyaan yang tertutup maupun terbuka, tanpa perlu menyebutkan nama siswa.

3.    Diskusi Panel  

Teknik ini dilakukan dihadapan guru oleh para pakar dari bermacam sudut ilmu dan pengalaman terhadap suatu masalah yang telah ditetapkan. Mereka akan melihat suatu masalah itu sesuai dengan pandangan ilmu dan pengalaman masing-masing sehingga guru dapat masukan yang sangat lengkap dalam menghadapi atau memecahkan suatu masalah. Manfaat dari kegiatan ini adalah lahirnya sifat cekatan dalam memecahkan masalah dari berbagai sudut pandang ahli.

4.    Seminar  

Seminar adalah suatu rangkaian kajian yang diikuti oleh suatu kelompok untuk mendiskusikan, membahas dan memperdebatkan suatu masalah yang berhubungan dengan topik.  Berkaitan dengan pelaksanaan supervisi, dalam seminar ini dapat dibahas seperti bagaimana menyusun silabus sesuai standar isi, bagaimana mengatasi masalah disiplin sebagai aspek moral sekolah, bagaimana mengatasi anak – anak yang selalu membuat keributan dikelas, dll. Pada waktu pelaksanaan seminar kelompok mendengarkan laporan atau ide – ide menyangkut permasalahan pendidikan dari salah seorang anggotanya. 

5.    Simposium

Kegiatan mendatangkan seorang ahli pendidikan untuk membahas masalah pendidikan. Simposium menyuguhkan pidato-pidato pendek yang meninjau suatu topik dari aspek-aspek yang berbeda. Penyuguh pidato biasanya tiga orang dimana guru sebagai pengikut diharapkan dapat mengambil bekal dengan mendengarkan pidato-pidato tersebut.

6.    Demonstrasi mengajar

Usaha peningkatan belajar mengajar dengan cara mendemonstrasikan cara mengajar dihadapan guru dalam mengenalkan berbagai aspek dalam mengajar di kelas oleh supervisor.

7.    Buletin supervisi 

Suatu media yang bersifat cetak dimana disana didapati peristiwaperistiwa pendidikan yang berkaitan dengan cara-cara mengajar,tingkah laku siswa,dan sebagainnuya.Diharapkan ini dapat membantu guru untuk menjadi lebih baik.


G.    Kelemahan Dan Kelebihan Teknik – Teknik Dalam Pelaksanaan Supervisi

1.    Kelemahan Teknik – Teknik Dalam Pelaksanaan Supervisi
  • Perlu biaya yang banyak, waktu yang tepat, sekolah jadi kurang efektif.
  • Perlu penyediaan waktu yang tepat
  • Tidak mencerminkan keadaan sehari-hari
  • Kurang demokratis
  • Mengganggu kelas lain dalam KBM, kelas sendiri ditinggalkan
  • Agak sulit menentukan dan cukup menyita waktu
  • Agak sulit menemukan waktu
  • Guru merasa canggung dan kurang bebas

2.    Kelebihan Teknik – Teknik Dalam Pelaksanaan Supervisi
  • Dapat mengetahui kelebihan yang dapat dikembangkan, mengetahui kelemahan untuk perbaikan, memberikan saran sesuai dengan kebutuhan
  • Bantuan diberikan kepada seluruh guru dalam satu kali pertemuan, pertukaran pikiran secara umum
  • Hal-hal yang baik dapat dijadikan contoh, hal yang kurang dapat didiskusikan
  • Dapat memberikan bimbingan aktual
  • Guru dapat menunjukan hasil usahanya
  • Dapat melayani kebutuhan khusus setempat
  • Dapat mengetahui kelebihan yang dapat dikembangkan, mengetahui kelemahan untuk perbaikan, memberikan saran sesuai dengan kebutuhan.

H.    PERANGKAT SUPERVISI  

Salah satu perangkat yang digunakan dalam melaksankan supervisi ialah instrument observasi pembelajaran/check list terutama untuk supervisi kelas, supervisi klinis, dengan demikian diharapkan indicator yang diamati untuk setiap unsure yang diamati, antara lain 
  1. Persiapan dan aperisepsi
  2. Relevansi materi dengan tujuan instruksional
  3. Penguasaan materi
  4. Strategi
  5. Metode
  6. Manajemen kelas
  7. Pemberian metivasi kepada siswa
  8. Nada dan suara
  9. Penggunaan bahasa
  10. Gaya dan sikap perilaku.

Sumber:
http://www.sarjanaku.com/2011/05/supervisi-pendidikan.html




EVALUASI



            I.      Pengertian Evaluasi
            Evaluasi merupakan bagian dari kegiatan kehidupan manusia sehari-hari. Disadari atau tidak, orang sering melakukan evaluasi, baik terhadap dirinya sendiri, terhadap lingkungan sosialnya, atau lingkungan fisiknya. Evaluasi dilakukan seseorang dari hal-hal yang sangat sederhana sampai yang sangat rumit. Hal ini dilakukan supaya seseorang menentukan arah pengembangan dirinya. Evaluasi atau penilaian berarti usaha untuk mengetahui sejauh mana perubahan itu telah terjadi melalui kegiatan belajar mengajar.
            Menurut Roestiyah N.K. dkk. dalam bukunya “Masalah-Masalah Ilmu Keguruan” menyebutkan empat pengertian evaluasi menurut deskripsinya.
1.      Evaluasi adalah proses memahami atau member arti, mendapatkan dan mengkomunikasikan suatu informasi bagi petunjuk pihak-pihak pengambil keputusan.
2.      Evaluasi adalah kegiatan mengumpulkan data seluas-luasnya, sedalam-dalamnya yang bersangkutan dengan kapabilitas siswa guna mengetahui sebab-akibat dan hasil belajar siswa yang dapat mendorong dan mengembangkan kemampuan belajar.
3.      Dalam rangka pengembangan sistem instruksional, evaluasi merupakan suatu kegiatan untuk menilai seberapa jauh program telah berjalan seperti yang telah direncanakan.
4.      Evaluasi adalah suatu alat untuk menentukan apakah tujuan pendidikan dan apakah proses dalam pengembangan ilmu telah berada dijalan yang diharapkan.
Evaluasi yang teliti akan membawa pengajaran yang efektif.

         II.      Tujuan Evaluasi
Secara umum, tujuan evaluasi dalam bidang pendidikan ada dua. Pertama, untuk menghimpun berbagai keterangan yang akan dijadikan sebagai bukti perkembangan yang dialami oleh para peserta didik setelah mereka mengikuti proses pembelajaran dalam jangka waktu tertentu. Dengan kata lain, tujuan umum evaluasi dalam pendidikan yakni memperoleh data pembuktian yang akan menjadi petunjuk tingkat kemampuan dan keberhasilan peserta didik dalam pencapaian berbagai tujuan kurikuler setelah menempuh proses pembelajaran dalam jangka waktu yang telah ditentukan.
Kedua, untuk mengetahui tingkat efektivitas dari berbagai metode pembelajaran yang telah digunakan dalam proses pembelajaran. Tujuan kedua dari evaluasi pendidikan ialah mengukur dan menilai efektivitas mengajar serta berbagai metode mengajar serta berbagai metode mengajar yang telah diterapkan atau dilaksanakan oleh pendidik, serta kegiatan belajar yang dilaksanakan oleh peserta dididk.
Selain tujuan tersebut, evaluasi juga memiliki beberapa tujuan khusus. Pertama, merangsang kegiatan peserta didik dalam menempuh program pendidikan. Tanpa evaluasi, tidak mungkin timbul kegairahan pada diri peserta didik untuk memperbaiki dan meningkatkan prestasinya masing-masing. Kedua, mencari dan menumukan berbagai faktor penyebab keberhasilan maupun ketidakberhasilan peserta didik dalam mengikuti program pendidikan, sehingga dapat menemukan jalam keluar.
Menurut Dr. Basrowi (2012), tujuan evaluasi pada dasarkan digolongkan ke dalam empat kategori berikut:
1.      Memberikan umpan balik terhadap proses belajar mengajar dan mengadakan program perbaikan (remedial) bagi siswa,
2.      Menentukan angka kemajuan masing-masing siswa yang antara lain dipakai sebagai pemberian laporan kepada orang tua,
3.      Penetuan kenaikan tingkat atau status dan lulus tidaknya, serta
4.      Menempatkan siswa dalam situasi belajar mengajar yang tepat, misalnya dalam penentuan program studi atau jurusan dengan tingkat kemampuan dan karakteristik lain.

       III.      Fungsi Evaluasi
Secara umum, evaluasi sebagai suatu tindakan atau proses setidaknya memiliki tiga macam fungsi pokok, yaitu mengukur kemajuan, menunjang penyusunan rencana, dan memperbaiki atau melakukan penyempurnaan kembali.  Telah dibahas sebelumnya bahwa evaluasi merupakan kegiatan atau proses untuk mengukur dan selanjutnya menilai sejauh mana tujuan yang telah dirumuskan sudah dapat dilaksanakan. Apabila tujuan itu direncanakan untuk dicapai secara bertahap, maka dengan evaluasi yang berkesinambungan, tahapan yang sudah dapat diselesaikan, yang berjalan dengan mulus, dan tahapan yang mengalami kendala dalam pelaksanaannya akan dapat dipantau. Dengan evaluasi terbuka, kemungkinan bagi evaluator untuk mengukur seberapa jauh atau seberapa besar kemajuan atau kemajuan atau perkembangan program yang dilaksanakan dalam rangka pencapaian tujuan yang telah dirumuskan dapat dilakukan.
Setidaknya ada dua macam kemungkinan hasil yang diperoleh dari kegiatan evaluasi. Pertama, hasil evaluasi itu ternyata menggembirakan, sehingga dapat memberi rasa lega bagi evaluator. Sebab, tujuan yang telah ditentukan dapat dicapai sesuai dengan yang direncanakan. Kedua, hasil evaluasi tidak menggembirakan, bahkan mengkhawatirkan dengan alas an adanya berbagai penyimpangan dan kendala, sehingga mengharuskan evaluator bersikap waspada. Ia perlu memikirkan dan melakukan pengkajian ulang terhadap rencana yang telah disusun dan memperbaiki cara pelaksanaannya.
Berdasar data hasil evaluasi itu, dicari metode lain yang dipandang lebih tepat dan sesuai dengan keadaan. Perubahan itu akan membawa dampak perencanaan ulang (re-planning). Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa evaluasi itu berfungsi menunjang penyusunan rencana.
Evaluasi yang dilaksanakan secara berkesinambungan akan membuka peluang bagi evaluator untuk membuat perkiraan tujuan yang telah dirumuskan akan dapat dicapai pada waktu yang telah ditentukan atau tidak. Apabila berdasar data hasil evaluasi itu diperkirakan bahwa tujuan tidak akan dapat dicapai sesuai dengan rencana, maka evaluator berusaha mencari dan menemukan berbagai factor penyebabnya, serta mencari dan menemukan jalan keluarnya. Bukan tidak mungkin bahwa atas dasar data hasil evaluasi itu, evaluator perlu mengadakan berbagai perubahan, penyempurnaan yang menyangkut organisasi, tata kerja, dan boleh jadi tujuan organisasi itu sendiri. Jadi, pada dasarnya kegiatan evaluasi juga dimaksudkan untuk melakukan perbaikan atau penyempurna usaha.
Secara khusus, fungsi evaluasi dalam dunia pendidikan dapat dilihat dari tiga segi, yakni psikologis, didaktik, dan administrative. Secara psikologis, kegiatan evaluasi dalam bidang pendidikan di sekolah dapat disoroti dari dua sisi, yaitu peserta didik dan pendidik. Bagi peserta didik, evaluasi pendidikan secara psikologis akan memberikan pedoman atau pegangan batin kepada mereka untuk mengena kapasitas dan statusnya di tengah-tengah kelompok atau kelasnya. Misalnya, dengan dilakukannya evaluasi hasil belajar siswa, maka para siswa akan mengetahui dirinya termasuk siswa berkemampuan tinggi, rata-rata, atau rendah. Sedangkan, bagi pendidik, evaluasi pendidikan memberikan kepastian atau ketatapan hati kepada peserta tersebut, seberapa jauh usaha yang telah dilakukannya selama ini telah membawa hasil. Sehingga, secara psikologis ia memiliki pedoman atau pegangan batin yang pasti guna menentukan berbagai langkah yang dipandang perlu dilakukan selanjutnya, misalnya menggunakan berbagai metode mengajar tertentu, hasil-hasil belajar siswa menunjukkan peningkatan daya serap terhadap materi karena penggunaan metode mengajar tersebut akan terus dipertahankan. Begitupun sebaliknya, secara didaktik evaluasi pendidikan dapat memberikan motivasi untuk memperbaiki, meningkatkan, dan mempertahankan prestasi peserta didik. Bagi pendidik, secara didaktik, evaluasi pendidikan itu setidak-tidaknya memiliki lima macam fungsi, yaitu:
1.      Memberikan landasan untuk menilai hasil usaha (prestasi) yang telah dicapai oleh peserta didiknya.
2.      Memberikan informasi yang sangat berguna untuk mengetahui posisi masing-masing peserta didik di tengah-tengah kelompoknya.
3.      Memberikan bahan yang penting untuk memilih, kemudian menetapkan status peserta didik.
4.      Memberikan pedoman untuk mencari dan menemukan jalan keluar bagi peserta didik yang memerlukannya.
5.      Memberikan petunjuk tentang seberapa jauh program pengajaran yang telah ditentukan dicapai.
Sedangkan secara administrative, evaluasi pendidikan memiliki tiga
macam fungsi, yaitu:
1.      Memberikan laporan
2.      Memberikan berbagai bahan keterangan (data)
3.      Memberikan gambaran
Menurut Wina Sanjaya dalam buku Perencanaan dan Desain Sistem
Pembelajaran, beberapa fungsi evaluasi adalah sebagai berikut:
1.      Sebagai umpan balik bagi siswa
2.      Untuk mengetahui proses ketercapaian siswa dalam menguasai tujuan yang telah ditentukan
3.      Memberikan informasi untuk mengembangkan program kurikulum
4.      Digunakan oleh siswa untuk mengambil keputusan secara individual, khususnya dalam menentukan masa depan sehubungan dengan pemilihan bidang pekerjaan
5.      Menentukan kejelasan tujuan khusus yang ingin dicapai oleh para pengembang kurikulum
6.      Umpan balik untuk semua pihak yang berkepentingan dengan pendidikan di sekolah

Demikianlah beberapa fungsi penting evaluasi dalam bidang pendidikan. Berdasarkan fungsi-fungsi tersebut, dapat diketahui bahwa kedudukan evaluasi dalam pendidikan sangat penting karena turut menunjang kesuksesan dalam proses belajar mengajar.

      IV.      Syarat-syarat Evaluasi
Mengukur pendidikan tidaklah semudah mengukur kertas, kain, air atau benda lain. Sasaran evaluasi ialah kemampuann siswa sebagaimana dinyatakan dalam tujuan instruksional umum. Tetapi yang diukur ialah kemampuan yang menampak dalam bentuk tingkah laku.
Tingkah laku yang menampak itu tidak selalu menunjuk pada kemampuan yang tidak menampak. Sama seperti tingkah laku seorang actor sandiwara di atas pentas, di luar pentas ia menjadi lain. Karena itu evaluasi bersifat tidak langsung, tak lengkap dan relative.
Amat sulit menemukan syarat-syarat yang memuaskan kebutuhan dari tujuan evaluasi. Mengingat demikian pentingnya peranan/fungsi evaluasi, maka dikemkukan 8 syarat tersebut ialah:
1.      Sahih (valid)
Evaluasi dikatakan valid apabila mengukur apa yang sebenernya diukur. Apabila yang diukur adalah sikap, tetapi evaluasi mengukur pengetahuan, maka evaluasi tersebut disebut tidak valid. Kesahihan evaluasi biasanya diukur dalam prosentasi atau dalam derajat tertentu dengan alat ukur tertentu.
2.      Terandalkan (reliable)
Evaluasi dikatakan terandalkan jika alat evaluasi yang sama dilakukan terhadap kelompok siswa yang sama beberapa kali dalam waktu yang berbeda-beda atau situais yang berbeda-beda, akan memberikan hasil yang sama.
3.      Obyektif
Evaluasi dikatak obyektif jika tidak mendapat pengaruh subyektif dari pihak penilai.
4.      Seimbang
Keseimbangan ini meliputi keseimbangan bahan, keseimbangan kesukaran dan keseimbangan tujuan. Bahan harus seimbang diantara berbagai pokok bahasan. Keseimbangan dalam kesukaran artinya antara yang mudah, sedang dan sukar harus dalam proporsi tertentu. Keseimbangan tujuan adalah keseimbangan dalam berbagai matra dalam kawasan tertentu, antara pengetahuan pemahaman, aplikasi, analisis, sintesis, dan evaluasi dalam kawasan matra kognitif yang harus disusun dalam proporsi tertentu.
5.      Membedakan
Suatu evaluasi harus dapat membedakan (discriminiable) prestase individual di antara sekelompok siswa. Evaluasi harus dapat membedakan siswa yang sangat berhasil, cukup berhasil, kurang berhasil, gagal dan sebagainya.
6.      Norma
Evaluasi yang baik, hasilnya harus mudah ditafsirkan. Hal ini menyangkut tentang adanya ukuran atau norma tertentu untuk menafsirkan hasil evaluasi dari setiap siswa.
7.      Fair
Evaluasi yang fair mengemukakan persoalan-persoalan dengan wajar, tidak bersifat jebakan, dan tidak mengandung kata-kata yang bersifat menjebak. Di samping itu erdapat keadilan untuk siswa yang dievaluasi.
8.      Praktis
Baik ditinjau dari segi pembiayaan maupun dari segi pelaksaannya, evaluasi harus efisien dan mudah dilaksanakan.

Kedelapan syarat tersebut perlu dimilki oleh suatu evaluasi yang baik walaupun dalam derajat yang berbeda-beda.

         V.      Prinsip-Prinsip Evaluasi
     Prinsip diperlukan sebagai pemadu dalam kegiatan evaluasi. Dengan demikian tidak hanya diutamakan prosedur dan teknik penilaian saja, tetapi prosedur dan teknik itu harus dilakukan dalam paduan prinsip itu, prinsip-prinsip tersebut diuraikan berikut ini.
1.      Prinsip keterpaduan
Evaluasi merupakan bagian yang tak terpisahkan dari dan di dalam program pengajaran. Evaluasi adalah satu komponen dalam program yang saling berinteraksi dengan komponen-komponen lainnya. Perencanaan evaluasi harus dilakukan bersamaan dengan perencanaan satuan program pengajaran. Banyak terjadi bahan evaluasi direncanakan dan dilaksanakan beberapa lama setelah program pengajaran selesai dilaksanakan, sehingga evaluasi dilakukan bukan terhadap apa yang telah dilakukan. Hal ini tidak sesuai dengan prinsip Pendidikan Berdasarkan Kompetensi.

2.      Prinsip Cara Belajar Siswa (CBSA)
Hakikat dari CBSA ialah keterlibatan siswa secara mental, antusias dan asyik dalam kegiatan belajar-mengajar. Demikian pula halnya dengan evaluasi, evaluasi menuntut keterlibatan yang demikian dari siswa. Siswa seharusnya tidak merasakan evaluasi sebagai sesuatu yang menekan dan cenderung untuk dihindari, karena jika demikian hal ini menunjukan bahwa prinsip ini tidak terdapat dalam evaluasi. Evaluasi merupakan puncak dari kegiatan belajar-mengajar. Pada dasarnya, siswa sendirilah yang ingin mengukur kemampuan melalui evaluasi, guru hanya berfungsi untuk membantunya. Sebagai puncak kegiatan, evaluasi mempunyai nilai kepuasaan tertentu bagi siswa dan evaluasi harus mampu memberi kepuasaan tersebut kepada siswa.

3.      Prinsip Kontinuitas
Pada dasrnya evaluasi berlangsung selama proses kegiatan belajar-mengajar berjalan. Evaluasi tidak hanya terdapat pada awal/pada akhir pengjaran saja, tetapi juga selama proses belajar-mengajar berlangsung, misalnya dalam bentuk pengamatan, tanya jawab, atau dialog. Hal ini dilakukan dalam rangka pemantapan program. Di sinilah letak fungsi formatif dari evaluasi yang tidak hanya ada pada akhir tetapi selama program berjalan.

4.      Prinsip Koherensi
Sebagai akibat dari prinsip keterpaduan, maka evaluasi harus konsisten dengan kemampuan yang didukung oleh tujuan pengajaran. Sering terjadi, kemampuan yang didukung oleh tujuan ialah sikap (afektif) tetapi evaluasi ditujukan kepada pengetahuan. Evaluasi harus pula mempunyai kohorensi dengan program pengajaran, artinya evaluasi harus benar-benar hasil yang diperoleh dari kegiatan belajar-mengajar, baik kegiatan tatap muka maupun kegiatan terstruktur.

5.      Prinsip Diskriminalitas
Dari psikologi diketahui bahwa setiap individu mempunyai perbedaan engan individu lain. Individu adalah suatu person yang unik. Bahkan walaupun dua individu mempunyai pendapat yang sama, tetapi jalan pikiran untuk sampai pada pendapat yang sama itu tidaklah sama. Sesuai dengan hakikat individu ini, evaluasi harus pula mampu menunjukan perbedaan di kalangan siswa secara individual. Apabila satu kelas mempunyai skor yang sama, maka evaluasi tersebut perlu dipertanyakan.

6.      Prinsip Keseluruhan
Perubahan tingkah lau yang sudah ditetapkan sebagai tujuan yang hendak dicapai bersifat utuh. Karena itu evaluasi yang akan dilakukan hendaknya bersifat utuh pula, yaitu meliputi seluruh segi tujuan pendidikan.
Hal ini mengandung pengertian bahwa evaluasi ditujukn tidak hanya paa sesudah akhir proses pengajaran, tetapi juga selama proses belajar-mengajar sedang berlangsung, misalnya peran serta, kreatifitas dan cara-cara penyampaian ide-ide siswa baik di dalam maupun di luar proses belajar-mengajar.

7.      Prinsip Pedagogis
Seluruh kegiatan evaluasi haruslah diketahui dan dirasakan oleh siswa tidak hanya sebagai rekaman hasil belajarnya saja, melainkan juga sebagai upaya perbaikan dan peningkatan perilaku dan sikapnya itu, sehingga hasil evaluasi harus dinyatakan dan dapat dirasakan sebagai penghargaan bagi yang berhasil dan sebaliknya merupakan “hukuman” (bagi yang belum berhasil) yang menantang untuk belajar lebih giat/baik. Dengan demikian evaluasi akan ikut membentuk perilaku dan sikap positif.

8.      Prinsip Akuntabilitas
Accountability adalah salah satu ciri dari pendidikan berdasar kompetensi. Pada akhirnya pendidikan dan pengajaran harus dapat dipertanggungjawabkan kepada lembaga pendidikan itu sendiri, kepada masyarakat pemakai tenaga lulusan, dan kepadda kelompok profesional. Pertanggungjawaban terhadap ketiga kelompok ini merupakan hal yang harus dipertimbangkan dalam evaluasi. Dengan kata lain, melalui evaluasi kita mempertanggungjawabkan hasil pendidikan yang kita selenggarakan kepada ketiga pihak tersebut. Akreditas terhadap sekolah termasuk dalam pertanggungjawban tersebut.

     VI.      Pendekatan Evaluasi
   Dalam menentukan hasil evaluasi dapat dipergunakan tiga pendekatan sesuai dengan keperluannya, yaitu ukuran mutlak, ukuran relatif, dan ukuran performance.
1.      Penilaian dengan Ukuran Mutlak
Dalam pendekatan ini, guru terlebih dahulu menentukan kriteria keberhasilan siswa secara mutlak. Misalnya seorang siswa dikatakan berhasil baik, apabila dia dapat mengerjakan semua soal penilaian dengan benar. Pada umumnya, pendekatan ini digunakan dalam penilaian formatif, karena dengan pendektan ini diantaranya guru dapat mengetahui tingkat penguasaan setiap siswa dalam mempelajari suatu satuan pelajaran. Penilaian ini dapat digunnakan pula dalam penilaian sumatif, apabila program pengajaran yang dinilai itu merupakan program minimal yang harus dikuasai.

2.      Penilaian dengan Ukuran Relatif
Dalam penilaian dengan pendekatan ini, kriteria keberhasilan tidak ditetapkan sebelumnya, tetapi bergantung kepada keberhasilan umum dalam kelompok siswa yang sedang dinilai. Jadi, keberhasilan ditentukan oleh gambaran umum dari kelompok yang bersangkutan. Dengan perkataan lain keberhasilan itu ditentukan oleh rata-rata keberhasilan kelompok. Pendekatan penilaian dengan ukuran relatif ini, biasanya digunakan dalam penilaian sumatif, terutama dalam memberikaan nilai akhir, atau mengelompokan siswa dalam kelompok kerja dimana dibutuhkan kelompok dengan kemampuan yang homogen dalam bidang pengajaran tertentu, dalam seleksi, atau dalam memberikan keputusan, apakah siswa lulus atau tidak lulus, naik atau tidak naik.

3.      Penilaian dengan Ukuran Self Performance
Pendekatan ini didasarkan pada performance yang dilakukan sebelumnya. Guru mengambil keputusan lulus tanpa memperhatikan ukuran mutlak hasil pencapaian, dan juga tidak melihat prestasi hasil rata-rata kelompoknya. Jadi pendekatan ini melihat kemajuan (keberhasilan) yang dicapai. Dalam pendekatan ini, perlu diperhatikan tiga tahap status yaitu: status siswa sebelum mengikuti pengajaran, status potensi siswa pada masa yang akan datang.





Sumber:
Stiava Rizema, 2012, Desain Evaluasi Belajar Berbasis Kinerja, Jogjakarta:
Diva Press.
Slameto, 1988, Evaluasi Pendidikan, Jakarta: Bina Aksara.